Omah Hukum

PERTANYAAN Apakah definisi harta gono gini? Kemudian, bagaimana pembagian harta gono-gini setelah perceraian?

Terima kasih atas pertanyaan Anda. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Harta Gono-Gini Setelah Bercerai yang pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 21 Januari 2022, dan dimutakhirkan kedua kali pada 14 Juli 2023. Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika. Apakah itu Harta Gono-Gini? Berdasarkan KBBI, gana-gini atau yang kerap dikenal dengan sebutan harta gono-gini adalah harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami dan istri. Perlu diketahui bahwa istilah ‘harta gono-gini’ ini tidak dikenal dalam hukum. Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan mengenal harta ini dengan istilah harta bersama. Adapun makna harta bersama ini adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan.[1] Lebih lanjut, dalam praktiknya, harta gono gini dibahas dalam hal terjadi perceraian. Merujuk pada Penjelasan Pasal 35 UU Perkawinan, diterangkan bahwa apabila perkawinan putus, maka harta bersama tersebut diatur menurut hukumnya masing-masing. Adapun yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.[2] Jenis-Jenis Harta dalam Perkawinan Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, apakah harta gono-gini mencakup seluruh harta yang dimiliki setelah perkawinan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa UU Perkawinan mengenal dua jenis dalam perkawinan, yakni: Harta bersama: harta yang diperoleh selama perkawinan, yang dikenal pula dengan istilah harta gono-gini; Harta bawaan masing-masing suami istri: meliputi harta yang diperoleh sebelum menikah atau dalam pernikahan yang diperoleh masing-masing sebagai harta pribadi, contohnya, hadiah atau warisan. Sedangkan mengenai harta gono-gini dalam Islam, dilihat dari asal-usulnya, Sayuti Thalib dalam Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam (hal. 83), membedakan harta suami-istri menjadi: Harta bawaan, yaitu harta suami istri yang telah dimiliki sebelum kawin, baik berasal dari warisan, hibah, atau usaha mereka sendiri-sendiri. Harta masing-masing suami istri yang dimiliki setelah perkawinan, yaitu yang diperoleh dari hibah, wasiat, atau warisan untuk masing-masing, bukan atas usaha mereka. Harta pencaharian, yakni harta yang diperoleh sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang dari mereka. Jika merujuk dari penjelasan tersebut di atas, yang termasuk ke dalam harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan, tetapi tidak termasuk harta yang diperoleh masing-masing sebagai harta pribadi, seperti misalnya hadiah dan warisan. Dengan demikian, dalam hal suami atau istri memperoleh hadiah dan warisan selama perkawinan berlangsung, maka itu bukan termasuk harta bersama, melainkan harta pribadi masing-masing suami atau istri. Jadi, harta gono-gini atau harta bersama tidak selalu mencakup seluruh harta yang dimiliki selama perkawinan, melainkan hanya terbatas pada harta yang diperoleh atas usaha/pencaharian suami atau istri selama perkawinan, tidak termasuk hadiah atau warisan yang diperoleh masing-masing. Harta Gono-Gini setelah Perceraian Jika terjadi perceraian, harta bersama haruslah dibagi antara suami dan istri sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UU Perkawinan jo. Putusan MA No. 1448K/Sip/1974 yang menerangkan ketentuan bahwa: Sejak berlakunya UU Perkawinan tentang perkawinan sebagai hukum positif, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya perceraian, harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara mantan suami istri. Dengan demikian, harta gono-gini setelah bercerai wajib dibagi sama rata antara suami istri, baik yang sifatnya piutang maupun utang. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa ketentuan harta gono-gini ini tidak berlaku dalam hal suami dan istri telah memperjanjikan pisah harta dalam sebuah perjanjian perkawinan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Putusan: Putusan Mahkamah Agung Nomor 1448K/Sip/1974. Referensi: Sayuti Thalib. Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2014; Gana-gini, yang diakses pada 26 Maret 2025, pukul 14.00 WIB. [1] Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) [2] Penjelasan Pasal 37 UU Perkawinan
Penulis: Omah HukumSumber: Omah Hukum